Sabtu, 25 Mei 2013

Bukan Salah Toket dan Paha Yang Terlihat


Beberapa hari yang lalu, saat sedang bersama partner, salah satu stasiun televisi menayangkan sebuah liputan tentang demonstran yang protes pada kasus pemerkosaan balita di India.

Pemerkosaan balita? Itu asli saya dan partner bengong. Dunia memang sudah beneran sakit. Sinting.

Tapi gara-gara kasus balita yang diperkosa tersebut, saya jadi teringat obrolan dengan beberapa orang yang ujung-ujungnya membuat saya kesal. Obrolan tentang perkosaan dan pelecehan tentunya. Setelah kesal, pada akhirnya saya hanya bisa menghela napas menyerah lalu memaklumi ‘Ya sudahlah, pola pikirnya segitu doang’.

Ya apa lagi sih yang bikin sebal kalau membahas kasus perkosaan/pelecehan terhadap perempuan dan bilang bahwa itu terjadi karena baju. Iya baju. Katanya baju yang menampakan toket dan paha yang bikin mereka diperkosa.

Aduh.

Asli kadang saya suka berpikir, mereka ini mikirnya gimana sih?

Pasti pernah dong ketemu dengan orang yang punya pendapat seperti itu? Pastinya orang-orang seperti itu adalah mereka yang bereaksi : ‘Ceweknya pakai baju gimana? Kalau minim ya pantes aja.’ kalau mendengar kasus perempuan diperkosa atau dilecehkan.

Lalu ketika tidak menemukan ‘kesalahan’ pada baju, mulai deh menyalahkan tubuh korban. ‘Abis bodinya semok sih!’, ‘Abis toketnya gede sih’. Yah, bok, badan lagi disalahin, bukannya sudah dari sononya ya begitu? Terus kalau tidak mau mengalami pelecehan atau perkosaan kudu piye? Lepas toket terus disimpan di tas?

Dan ketika masih nggak ada kesalahan terhadap badan, kemudian disalahkanlah perilaku korban. ‘Abis kelakuannya murahan sih’, murahan dalam artian : bergaya sensual, merokok, pulang malam dan lain-lain.

Yaelah, susah amat sih membuat orang-orang seperti ini mengerti bahwa yang salah bukan korban; tapi pola pikir pelaku. Iya, pola pikir yang menganggap ia lebih superior dari orang lain dan karena itu ia boleh melakukan apa saja terhadap siapa saja.

Pola pikir seperti itulah yang menyebabkan timbulnya perkosaan dan pelecehan terhadap perempuan. Dan bukan cuma itu, tapi juga kasus-kasus kekerasan dalamrelationship, kekerasan terhadap anak, penyiksaan terhadap binatang dan segala sikap-sikap yang tidak memanusiakan orang lain dan menghargai mahluk lain.

Kalau ngikutin tulisan di blog ini sih, saya sudah pernah menulis tentang hal ini, berkali-kali, bahwa kasus pemerkosaan/pelecehan seksual bukan karena baju (dan tubuh atau perilaku korban), lalu, tahu nggak respon yang saya dapat apa?

Karena saya bilang perkosaan bukan karena pakaian minim, mereka mengkritik kadar keimanan saya. Katanya saya kurang mempelajari agama. Okedeh.

Ada pula yang memaklumi, oh situ kan bukan Islam, jadi pantaslah pendapatnya membela mereka yang berpakaian minim. Ini seriusan ada lho yang merespon gini. Okedeh.

Kalau sudah bawa-bawa agama, ya saya diamkanlah, karena urusannya ribet dan sensitif kalau saya berargumen.

Lalu, karena saya bilang perkosaan bukan karena pakaian minim, kemudian mereka beranalogi, Kucing mana sih yang nggak tergiur kalau disodorin ikan asin? Ya kalau gini sih, respon saya: perempuan bukan ikan asin, setidaknya saya tidak mau dong disamakan dengan ikan asin, biarpun enak, tapi masa mau dianggap benda mati? Lalu laki sih seharusnya bukan kucing ya? Iya dong, masa mau disamain dengan kucing, yang biarpun imut nan unyu, tetap saja binatang.

Banyak respon yang menentang, membuktikan bahwa masih banyak orang yang menganggap kalau terjadi kasus perkosaan atau pelecehan yang salah baju atau bodi.

Njuk kita kudu piye iki?

Padahal kan, sudah terbukti banget, banyak kasus-kasus yang mematahkan pendapat ‘yang salah baju dan bodi’? Ya kan?

Satu dari sekian banyak contoh adalah perkosaan balita di India yang saya lihat di TV. Silahkan googling, masih banyak kasus pemerkosaan balita. Oh sekalian googling juga, kasus pemerkosaan nenek-nenek. Plus pemerkosaan terhadap bocah cowok?

Coba, kalau memang yang salah adalah baju, bodi, perilaku, kenapa balita – yang teteknya pun belum tumbuh dan perilakunya pasti masih kanak-kanak- bisa jadi korban?

Di Twitter saya pernah menyatakan ini, tau-tau ada yang bilang ‘Balitanya pakai bikini kali’. Itu orangnya ngajak dikentutin banget deh. :P

Coba, kalau memang yang salah adalah baju, bodi, perilaku, kenapa nenek-nenek – yang mungkin bodi-nya sudah kisut bisa jadi korban juga?

Coba, kalau memang yang salah adalah baju, bodi, perilaku, kenapa bocah cowok, yang nggak akan pernah punya toket juga bisa jadi korban?

Sudah ngeliat contoh kasus gitu kok ya masih kekeuh dengan pendapat bahwa perkosaan itu salah baju/bodi/perilaku cewek.

Heran.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar